Selasa, 19 Mei 2009

DALAM PLURALITAS WARGA DAN BUDAYA



Abad ke-21 di tandai dengan adanya sebuah proses globalisasi yang diwarnai dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Tak dapat dipungkiri bahwa proses globalisasi diikuti mobilitas tenaga kerja dari satu negara ke negara yang lain. Tenaga kerja yang bekerja di negara lain biasa diberi nama “kaum migran”. Ada kurang lebih 300.000.000 para migran di dunia. Indonesia merupakan salah satu “sending countries” utk para buruh migran. Diperkirakan jumlah para migran Indonesia yang berada di luar negeri sebesar 4,5 juta orang. Sebagian besar di antara mereka adalah perempuan dan bekerja sebagai domestic worker (Pekerja Rumah Tangga-PRT). Tahun 2008 saja ada 157.031 orang Indonesia yang ke luar negri untuk bekerja.

Fenomena migran di Italia
Di Italia, ada lebih dari 4 juta imigran. Rentetan polemika dan masalah seputar fenomena migrasi mewarnai berita-berita di tahun terakhir di kota Roma. Arus migran yang melabuh dari Afrika di Lampedusa (Italia Selatan) membangkitkan reaksi yang keras dari pemerintah Italia. Tidak hanya itu, berita seputar kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan dan tindakan kriminal lainnya yang melibatkan para migran menghebohkan masyarakat italia. Akibatnya banyak orang Italia yang berpikir bahwa para migran itu menjadi sebuah ancaman akan keamanan masyarakat setempat. Tak heranlah kalau akhir-akhir ini menteri pertahanan negara mencoba mengajukan undang-undang yang bisa memberikan sedikit beban bagai para migran atau sedikitnya memperlemah keinginan para migran untuk mencari nafkah di tanah Italia. Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah memang para migran itu menjadi sebuah ancaman bagi kenyaman hidup masyarakat setempat? Adakah nilai penting yang bisa ditonjolkan dari sebuah komunitas multietnik yang dengan lancangnya perdana menteri Italia Silvio Berlusconi menolak?

Festa Dei Popoli
Beberapa hari yang lalu (Minggu 17 mei 2009) para migran di kota Roma berkumpul di Basilika dan halaman Santo Yohanes di Lateran untuk merayakan sebuah pesta yang lazim diberi nama “Festa Dei Popoli” (Pesta Semua Orang). Pesta ini diorganisir oleh Misionaris Scalabrinian, sebuah kongregasi yang didirikan pada tahun 1887 oleh seorang uskup Piacenza (Italia Utara) Yohanes Battista Scalabrini. Mereka berkarya untuk para migran, pengungsi dan pelaut. Dalam menyelenggarakan pesta ini mereka bekerja sama dengan Vikariat Roma dan pemerintah kota Roma.
Edisi pertama Festa Dei Popoli dengan tema “Bersama Tanpa Batas” dibuat pada tanggal 3 Mei 1992. Tiga belas tahun pertama pesta ini dibuat di Paroki Santissima Redentore di Valmelaina yang dipercayakan kepada Misionaris Scalabrinian. Setiap tahun jumlah partisipan bertambah dan tempat pesta tidak lagi bisa menampung banyaknya orang yang hadir. Pada tahun 2005 pesta ini dipindahkan di Basilika dan Halaman Santo Yohanes di Lateran, sebuah tempat yang biasa dipakai untuk menyelenggarakan event-event penting di kota Roma. Pesta ini disiapkan secara matang dengan membentuk sekelompok frater yang mengunjungi semua komunitas migran yang ada di Roma guna mengajak mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam pesta yang dibuat oleh para migran dan untuk para migran itu sendiri. Pesta ini berlangsung sehari penuh dan didalamnya terdapat berbagai sektor seperti: kelompok penerima tamu, pameran barang-barang khas di berbagai stand yang telah disediakan olah panitia, perayaan ekaristi bersama, merasakan masakan khas dari masing-masing negara, dan juga pertunjukan tarian budaya nasional. Pesta ini ditandai dengan partisipasi nyata dari para migran, memberikan peluang yang baik bagi sebuah komunitas yang mencari jawaban akan kemultietnikan: kepandaian dalam membagi, penerimaan satu sama lain dan keberanian untuk hidup bersama.
Tema pesta tahun ini”Roma con gli altri occhi” (Roma dengan Mata yang lain) memberikan pesan yang jelas bahwa segala macam polemika seputar para migran dan semua berita yang datang dari politik di bidang ini tidak bisa dan tidak harus menghalang sebuah “tatapan” positif seputar pengalaman hidup bersama yang baik khususnya di kota Roma. Para migran membawa warna yang baru dan dapat memperkaya budaya setempat.

Partisipasi Indonesia dalam Festa Dei Popoli
Tahun ini untuk pertama kalinya Indonesia berpartisipasi secara aktif dalam pesta. Ada lebih dari 700 orang Indonesia di Italia dan lebih dari separuhnya tinggal di Roma. Di stand Indonesia mereka memamerkan barang-barang kerajinan tangan, gambar-gambar dan barang-barang khas lainnya yang memberikan gambaran sedikit tentang Indonesia. Banyak orang yang mengunjungi stand ini dan kerapkali meminta untuk berpotret bersama dengan orang Indonesia yang mengenakan busana tradisional. Untuk makan siang, kelompok Indonesia menyiapkan nasi goreng yang dalam sekecap habis meskipun itu harus dibayar 5 Euro.
Dalam acara tarian budaya, Indonesia menampilkan tarian “poco-poco”. Ada 14 penari Indonesia yang mengenakan busana tradisional (batik) dengan warna-warni yang begitu menarik. Waktu penari Indonesia menari di panggung, banyak orang Indonesia yang hadir dalam pesta ikut menari di tempat mereka masing-masing. Mereka dengan bangganya mempertontonkan pula bendera merah putih yang mereka bawa.
Hal yang menarik perhatian panitia dan para hadirin adalah bahwa kelompok Indonesia (khususnya yang menari) terdiri dari penganut agama yang berbeda-beda. Ada yang beragama katolik, protestan dan bahkan ada satu gadis muslim yang mengenakan jilbab. Berbeda dengan kelompok dari negara lain yang notabene penarinya semua katolik, Indonesia memberikan sebuah contoh hidup bersama dari masyarakat yang berbeda agama. “Berbeda-beda tetapi satu” justru merupakan spirit dari festa dei popoli. Taklah heran kalau pembawa acara berkomentar positif pada kelompok Indonesia. Siaran berita seputar Festa Dei Popoli di televisi nasional Italia juga memberikan tekanan khusus pada kelompok Indonesia.

Dunia yang Terbuka
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa dunia memang sudah berubah. Teknologi tinggi memudahkan mobilitas manusia dari satu daerah ke daerah yang lain, dari satu pulau ke pulau yang lain, dari satu negara ke negara yang lain, dari satu benua ke benua yang lain. Tak satupun negara di dunia ini yang tidak punya seorang migran. Migrasi sudah menjadi sebuah fakta dan semua negara diharapkan untuk terbuka pada para migran dan warna budaya yang mereka tunjukkan. Festa dei Popoli kiranya menjadi sebuah gambaran akan adanya kemungkinan untuk hidup bersama yang rukun dan pertemuan budaya yang memperkaya baik untuk para migran maupun masyarakat setempat.


Fr. Yance Guntur, cs

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog


Estimated number of international migrants worldwide

Percentage of the world's population who are migrants

Migrants would constitute the fifth most populous country in the world

Percentage of migrants worldwide who are women

Estimated remittances sent by migrants in 2009

Estimated remittances sent by migrants to developing countries in 2009

Internally displaced persons in the world in 2009

Estimated number of refugees in the world today

COME AND SEE

MENJADI MIGRAN DI ANTARA PARA MIGRAN - TO BE A MIGRAN AMONG THE MIGRANTS - DIVENTA MIGRANTE TRA I MIGRANTI

Bagi Para pembaca yang mau masuk Kongregasi Scalabrinian, dipersilakan untuk menghubungi kami di:
Misionaris Scalabrinian, Biara St. Karolus
Jalan Ulumbu, Kampung Maumere
86508 Ruteng, Flores NTT
Indonesia
Tel/Fax: (62) 385-21450


Misionaris Scalabrinian
Biara St. Karolus Borromeus
Jalan Kolombeke No.1
Kelurahan Nangalimang
Maumere, Flores NTT
Indonesia
HP: 081.339.463.524


For those who want to join the Scalabrinian Missionaries, please contact us:
41, 7th St., New Manila- 1112
Quezon City
Philippines
Tel: (02) 722 2651

Per chi vuole diventare Missionario Scalabriniano, contattaci a:
Via Casilina 634,
Roma
Italia
Tel: 062411405