Oktober hampir berlalu. Banyak kisah indah yang layak ditulis dalam selembar kertas. cerita yang tercipta sewaktu aku bergabung bersama mereka yang ber-paspor asing dan seperti saya mengais nasib di kota abadi Roma. Hari Minggu merupakan hari yang sering dinantikan bagiku. Sudah tiga tahun aku bergabung dalam sebuah grup yang sering disebut "Gruppo Contatto", sebuah kelompok kecil yang terdiri dari para Frater Scalabrinians dan beberapa Muda-mudi Katolik (Mudika) yang berniat mengenal sejumlah komunitas migran yang bernaung dibawah atap para Santo kota Roma. Ada lebih dari 4 juta para migran di Italia dan kebanyakan diantaranya membentuk komunitas-komunitas yang berdasar pada negara asal, bahasa agama dan bahkan kontinen. Di kota Roma ada kurang lebih 14o komunitas migran. Biasanya mereka berkumpul setiap hari Minggu untuk berdoa, menyeringkan cerita hidup ditanah rantau, membagi berita dari negara tersayang, dan juga untuk merasakan lezatnya masakan khas negara asal. Saat itulah kami berbaur bersama. Betapa mengesankan ketika aku menatap pada paras yang berbeda-beda. Begitu aku tersentuh saat melihat wajah-wajah umat Allah yang dengan semangat berapi-api memuji Tuhan dalam bahasa-bahasanya tercinta. Alangkah gembira hatiku menyaksikan tawa-ria mereka yang berada jauh dari tanah pertiwi. Ya, memang dunia kita begitu kaya dengan warna kulit yang berbeda, beranekaragam budaya, bahasa dan cara bertingkah laku.
Minggu Pertama dalam Bulan Oktober
Bulan Oktober mempunyai keunikannya tersendiri bagiku. Di bulan ini kami telah mengunjungi 8 komunitas migran. Minggu pertama di bulan ini kami diundang untuk mengambil bagian dalam pesta orang Filipina yang merayakan 18 tahun terbentuknya komunitas Santa Pudenziana, satu dari 46 keseluruhan komunitas Filipina di kota Roma. Mereka berkumpul di Basilika Santa Pudenziana, sebuah basilika yang sudah ada dari abad ke-3 SM. Pada perayaan penting ini, gereja begitu penuh dengan umat Filipina dan banyak pula yang terpaksa harus tinggal di luar gereja. Perayaan ekaristi dipimpin oleh seorang uskup dari Filipina yang berkunjung ke Roma, Msgr. Argueles. Hadir pula dalam perayaan ini duta besar Filipina untuk Vatikan. Dalam kotbahnya uskup Argueles mengajak umat Filipina yang ada di Roma untuk menjadi pewarta Sabda Allah di tempat mereka bekerja. Nyanyian-nyanyian indah dikumandangkan dalam perayaan ekaristi ini. Akupun ikut menyanyi karena banyak lagu-lagu yang mereka nyanyikan telah kupelajari selam kami berada di Filipina. Setelah misa selesai kami diundang untuk makan siang bersama mereka. Kami duduk bersama staf kedutaan Filipina untuk Tahta Suci. Makanan ala Filipina dihidangkan di meja makan; nasi putih, adobo, pansit, lechon baboi dan beberapa jenis makanan khas lainnya. "Masarap!" kupaparkan kata ini pada seorang Filipina yang duduk di sampingku. "kegembiraan terpancar di wajahnya waktu kumengucapkan kata ini padanya. Waktu berlalu begitu cepat dan tiba saatnya kami harus pamit karena kami harus mengunjungi komunitas migran yang lain. Kami mengucapkan terima kasih kepada P. Romeo yang telah mengundang kami ke sana. Setelah berjabatan tangan dengan mereka, kamipun bergegas pergi.
Sore hari di Minggu pertama ini, sesuai dengan program, kami harus mengunjungi komunitas Slovakia yang berada di pusat kota Roma, dekat sungai Tevere. Setiap hari Minggu jam 4 sore orang Slovakia berkumpul di gereja Santo Girolamo della Carita, sebuah gereja yang terletak di tempat istimewah di antara tempat- tempat penting di kota Roma seperti Piazza Campo di Fiori, dsb. Hari sebelumnya aku telah menelpon P. Juraj, pemimpin komunitas Slovakia, untuk menyampaikan niat kami untuk berpartisipasi dalam aktivitas mingguan mereka. "E' un onore!", sahutnya gembira. Terus terang saja ini bukan pertama kali kami mengunjungi komunitas ini dan juga seringkali kami bertemu dengan P. Juraj di beberapa occassions. Setibanya di depan gereja, kami melihat Katerina yang berdiri menunggu umat Slovakia. Dia tersenyum ketika melihat kami menghampirinya. "Sudah lama kita tak bertemu", dia berkata. "Senang bisa bertemu kembali", balasku singkat. Katerina adalah seorang mahasiswa yang sedang belajar psicologi di salah satu universitas di kota Roma. Aku mengenalnya waktu kami mempersiapkan Festa dei Popoli yang setiap tahun diadakan di kota Roma. Dalam pengantar misa, P. Juraj memberikan ucapan selamat datang kepada kami. Dalam perayaan ekaristi, tak sekatapun yang kumengerti karena semuanya dalam bahasa Slovakia. Tapi aku percaya bahwa Tuhan yang ada di seberang sana mengerti segalanya. Setelah selesai misa, kami di hantar oleh P. Juraj untuk melihat tempat di mana S. Filippo Neri pernah hidup. Setelah itu kami pun diajak untuk mencicipi snack yang telah mereka sediakan. Di situlah kami mendapat kesempatan untuk mengenal beberapa wajah baru; duta besar Slovakia bersama istrinya, Beata yang sementara belajar di kota Roma dan beberapa gadis manis lain yang dengan berani menghampiri kami. Sudah mulai larut malam, kamipun harus balik ke rumah kami. Setelah mengucapkan terima kasih kami berjabatan tangan dan pergi meninggalkan mereka. Di hatiku terpendam kegembiraan yang besar.
Minggu Pertama dalam Bulan Oktober
Bulan Oktober mempunyai keunikannya tersendiri bagiku. Di bulan ini kami telah mengunjungi 8 komunitas migran. Minggu pertama di bulan ini kami diundang untuk mengambil bagian dalam pesta orang Filipina yang merayakan 18 tahun terbentuknya komunitas Santa Pudenziana, satu dari 46 keseluruhan komunitas Filipina di kota Roma. Mereka berkumpul di Basilika Santa Pudenziana, sebuah basilika yang sudah ada dari abad ke-3 SM. Pada perayaan penting ini, gereja begitu penuh dengan umat Filipina dan banyak pula yang terpaksa harus tinggal di luar gereja. Perayaan ekaristi dipimpin oleh seorang uskup dari Filipina yang berkunjung ke Roma, Msgr. Argueles. Hadir pula dalam perayaan ini duta besar Filipina untuk Vatikan. Dalam kotbahnya uskup Argueles mengajak umat Filipina yang ada di Roma untuk menjadi pewarta Sabda Allah di tempat mereka bekerja. Nyanyian-nyanyian indah dikumandangkan dalam perayaan ekaristi ini. Akupun ikut menyanyi karena banyak lagu-lagu yang mereka nyanyikan telah kupelajari selam kami berada di Filipina. Setelah misa selesai kami diundang untuk makan siang bersama mereka. Kami duduk bersama staf kedutaan Filipina untuk Tahta Suci. Makanan ala Filipina dihidangkan di meja makan; nasi putih, adobo, pansit, lechon baboi dan beberapa jenis makanan khas lainnya. "Masarap!" kupaparkan kata ini pada seorang Filipina yang duduk di sampingku. "kegembiraan terpancar di wajahnya waktu kumengucapkan kata ini padanya. Waktu berlalu begitu cepat dan tiba saatnya kami harus pamit karena kami harus mengunjungi komunitas migran yang lain. Kami mengucapkan terima kasih kepada P. Romeo yang telah mengundang kami ke sana. Setelah berjabatan tangan dengan mereka, kamipun bergegas pergi.
Sore hari di Minggu pertama ini, sesuai dengan program, kami harus mengunjungi komunitas Slovakia yang berada di pusat kota Roma, dekat sungai Tevere. Setiap hari Minggu jam 4 sore orang Slovakia berkumpul di gereja Santo Girolamo della Carita, sebuah gereja yang terletak di tempat istimewah di antara tempat- tempat penting di kota Roma seperti Piazza Campo di Fiori, dsb. Hari sebelumnya aku telah menelpon P. Juraj, pemimpin komunitas Slovakia, untuk menyampaikan niat kami untuk berpartisipasi dalam aktivitas mingguan mereka. "E' un onore!", sahutnya gembira. Terus terang saja ini bukan pertama kali kami mengunjungi komunitas ini dan juga seringkali kami bertemu dengan P. Juraj di beberapa occassions. Setibanya di depan gereja, kami melihat Katerina yang berdiri menunggu umat Slovakia. Dia tersenyum ketika melihat kami menghampirinya. "Sudah lama kita tak bertemu", dia berkata. "Senang bisa bertemu kembali", balasku singkat. Katerina adalah seorang mahasiswa yang sedang belajar psicologi di salah satu universitas di kota Roma. Aku mengenalnya waktu kami mempersiapkan Festa dei Popoli yang setiap tahun diadakan di kota Roma. Dalam pengantar misa, P. Juraj memberikan ucapan selamat datang kepada kami. Dalam perayaan ekaristi, tak sekatapun yang kumengerti karena semuanya dalam bahasa Slovakia. Tapi aku percaya bahwa Tuhan yang ada di seberang sana mengerti segalanya. Setelah selesai misa, kami di hantar oleh P. Juraj untuk melihat tempat di mana S. Filippo Neri pernah hidup. Setelah itu kami pun diajak untuk mencicipi snack yang telah mereka sediakan. Di situlah kami mendapat kesempatan untuk mengenal beberapa wajah baru; duta besar Slovakia bersama istrinya, Beata yang sementara belajar di kota Roma dan beberapa gadis manis lain yang dengan berani menghampiri kami. Sudah mulai larut malam, kamipun harus balik ke rumah kami. Setelah mengucapkan terima kasih kami berjabatan tangan dan pergi meninggalkan mereka. Di hatiku terpendam kegembiraan yang besar.