Senin, 25 Agustus 2014

MENGEJAR MIMPI, DITABRAK ANGIN



Pada tahun 1880-an, Eropa mengalami tekanan besar. Banyak orang Eropa berpaling ke Amerika, suatu negeri terjanji yang baru. Orang-orang Katolik, Lutheran, Anglikan,, Yahudi, Inggris, Italia, Perancis, Irlandia, Skotlandia: semuanya membawa asal-usul kebangsaan dan agama mereka mennuju tanah terjanji seperti jas hangat. Semua berarak menuju laut, menuju tanah terjanji di mana matahari, lahan dan persediaan akan tersedia dalam kelimpahan, atau setidaknya begitulah keyakinan mereka. Hidup akan memelihara janji-janjinya di sana. Di sana akan tersedia berbagai macam kebaikan, atau setidak-tidaknya kesempatan. Semuanya bergerak di bawah tekanan hebat dari sejarah: ledakan penduduk di benua melemparkan mereka ke benua seberang seperti boneka.
“Mereka berangkat, jiwa-jiwa malang,” tulis uskup Yohanes Baptis Scalabrini, pendiri kongregasi Scalabrinian. Bukan tanpa air mata … meninggalkan begitu banyak kenangan bukan hal mudah. Akan tetapi, mereka siap pergi tanpa sesal karena mereka mengenal hanya dua aspek di negeri mereka: kewajiban militer dan pajak. Siapa tahu, betapa timbunan kemalangan dan kekurangan membuat langkah yang begitu menyakitkan tampaknya perlu bagi mereka…berapa banyak kekecewaan dan penderitaan baru yang telah disiapkan untuk mereka? Berapa banyak yang akan tampil jaya dalam perjuangan eksistensi? Anda datang dengan mata gelap, suara berirama, keinginan yang khas ke sebuah negri yang sudah memiliki irama sendiri?
            Seabad kemudian, para sosiolog menulis bahwa arus migrasi besar-besaran abad 18 ternyata hanya berpindah dari satu penderitaan ke penderitaan lain. Lolos dari harimau, diadang buaya. Tetapi, migrasi akan tetap ada, seolah menjadi sebuah fenomena alam. Begitulah keyakinan Scalabrini. Setelah dua abad berlalu, keyakinan Scalabrini tetap terbukti. Bayangkanlah, berapa banyak orang yang tinggal di daerah yang bukan tempat kelahirannya.
            Lebih dari 6,5 juta orang menjadi migrant di 142 negara di dunia.  Itu baru angka. Namun, angka itu ditaruh didepan orang-orang yang memiliki nama, perasaan, asal-usul kebangsaan, agama dan keluarga. Angka-angka itu diberikan kepada pribadi-pribadi yang memiliki cita-cita sesederhana apa pun itu. Angka-angka itu dilabelkan kepada suami dari seorang isteri, ayah dari 2, 3, 4, 5 anak? Saat kita mendengar berita tentang saudara kita yang mengalami eksploitasi di negeri asing, tentu hati kita akan tergugah. Pernahkah kita menempatkan diri kita pada posisinya, merasakan kepedihan, kekecewaan, air mata, keringat dan darahnya? Atau pernahkah kita menjadi isteri, suami, anak, paman, keponakan, cucu atau kakek dari saudara kita itu?
            Banyak saudara kita dari Manggarai nekad ke Malaysia demi hidup yang lebih baik dari kehidupan mereka di Manggarai. Sulit menemukan mereka pada data resmi. Mereka adalah hantu. Mereka tidak ada. Seolah-olah. Mereka berani mengarungi lautan, penuh optimisme akan masa depan yang cerah melompati pagar batas negara, menuju tanah yang penuh susu dan madu. Mereka merajut asa di negeri tetangga kita, Malaysia, tanpa dokumen resmi. Yang menanti mereka bukan susu dan madu, tetapi onak dan duri. Mereka diperlakukan seperti pencuri. Perjuangan mencari sesuap nasi menjadi perjuangan mempertahankan eksistensi. Jauh lebih keras daripada perjuangan di Manggarai. Kisah-kisah seperti itu sudah memenuhi udara manggarai, tetapi kisah-kisah itu seperti angin lewat. Mengapa? Karena cerita-cerita itu lebih banyak merupakan pengisi waktu ibu-ibu yang sedang mencari kutu atau bahan cerita arisan. Padahal, cerita-cerita itu sungguh nyata.
GAWAS mencoba mengangkat kisah-kisah itu ke permukaan agar banyak orang sadar bahwa kisah-kisah itu sungguh ada dan mengajarkan sesuatu kepada mereka. Ini adalah sebuah kronik, sebuah potongan dari rangkaian kisah tentang migrant asal manggarai. Judulnya mungkin cukup heboh: KISAH DARI SEBERANG. 15 kisah nyata adalah isi utama buku sederhana ini.
Buku ini berisi kisah nyata. Para penulis buku ini lebih tepatnya disebut ‘pencerita kembali’. Sumbernya adalah mantan TKI dan isteri TKI. Buku ini dijual Rp. 50. 000/eksemplar. Hasil penjualan buku ini akan digunakan untuk mendanai program kerja GAWAS selanjutnya dalam usaha membantu migran dan keluarga  yang mereka tinggalkan. Dukungan bapak/ibu sekalian sebagai sesama dan saudara akan sangat kami hargai dan merupakan bentuk nyata dukungan kita terhadap saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Semoga suara para migrant yang terluka semakin kuat gemanya karena semakin banyak orang yang teriakkan ke segala penjuru. Satu pertanyaan yang boleh kita teriakkan untuk kita sendiri: maukah kita? Atau seperti anak kecil pada tengah malam, biarlah GAWAS merengek; papa…susu!!

Diposkan oleh Albertus Danggur
Senin, 25 Agustus 2014

Arsip Blog


Estimated number of international migrants worldwide

Percentage of the world's population who are migrants

Migrants would constitute the fifth most populous country in the world

Percentage of migrants worldwide who are women

Estimated remittances sent by migrants in 2009

Estimated remittances sent by migrants to developing countries in 2009

Internally displaced persons in the world in 2009

Estimated number of refugees in the world today

COME AND SEE

MENJADI MIGRAN DI ANTARA PARA MIGRAN - TO BE A MIGRAN AMONG THE MIGRANTS - DIVENTA MIGRANTE TRA I MIGRANTI

Bagi Para pembaca yang mau masuk Kongregasi Scalabrinian, dipersilakan untuk menghubungi kami di:
Misionaris Scalabrinian, Biara St. Karolus
Jalan Ulumbu, Kampung Maumere
86508 Ruteng, Flores NTT
Indonesia
Tel/Fax: (62) 385-21450


Misionaris Scalabrinian
Biara St. Karolus Borromeus
Jalan Kolombeke No.1
Kelurahan Nangalimang
Maumere, Flores NTT
Indonesia
HP: 081.339.463.524


For those who want to join the Scalabrinian Missionaries, please contact us:
41, 7th St., New Manila- 1112
Quezon City
Philippines
Tel: (02) 722 2651

Per chi vuole diventare Missionario Scalabriniano, contattaci a:
Via Casilina 634,
Roma
Italia
Tel: 062411405